Ushijima Wakatoshi
Pandanganmu mengabur dan bulir-bulir air menetes dari matamu ketika menemui Ushijima yang berdiri di depan rumahmu sembari menenteng tas jinjing yang jelas sekali baru ia dapatkan dari salah satu gerai minimarket.
Pandanganmu mengabur dan bulir-bulir air menetes dari matamu ketika menemui Ushijima yang berdiri di depan rumahmu sembari menenteng tas jinjing yang jelas sekali baru ia dapatkan dari salah satu gerai minimarket.
Bunyi dering telepon milikmu yang terdengar beberapa kali sama sekali tidak mampu menghalau keheningan diantaramu dan Satoru saat ini.
Kalian duduk bersebelahan, memandang langit malam yang tampak muram tanpa bintang. Hanya sesekali melempar pandang lalu kembali menyendoki ice cream di tangan masing-masing, namun ketika Satoru yang usil itu mulai menyendok ice cream di tanganmu tanpa permisi, barulah kamu bereaksi.
“Kebiasaan!” serumu sembari menepis tangannya.
“Bengong mulu lagian. Mama lu tuh dari tadi nelponin, ” balasnya.
“Biarin aja lah, males. Paling mau ngoceh-ngoceh, ” jawabmu acuh lalu mematikan ponselmu.
“Kenapa ngoceh?” tanyanya.
Kamu menghela napas, “Ya gara-gara tadi, Sat. Pasti cowo tadi ngadu ke mama.”
“Ngadu apa?”
“Itu lah pokoknya,” jawabmu.
Satoru hanya mengangguk dan beralih pada ice cream rasa mint choco miliknya yang hampir meleleh.
“Bagus. Dikiranya gua ini sakti mandraguna yang bisa tau masalah lu apa tanpa lu cerita gitu ya?” sarkasnya.
Kamu meringis mendengar ucapannya, lalu mendengus pelan.
“Gue kayanya mau dijodohin, Sat. Katanya takut gue jadi bahan gosipan tetangga, umur segini belum ada rencana nikah, deket sama cowo pun engga, paling banter deketnya sama lu doang,” jelasmu.
“Dijodohin sama cowo yang tadi?” tanya Satoru.
Kamu hanya mengangguk tanpa semangat menanggapinya.
“Lu mau?” tanyanya lagi.
“Engga, lah!” sahutmu.
Satoru mulai mengalihkan pandangannya, melihatmu dengan seksama sebelum kembali berbicara.
“Terus kenapa mau diajak kencan sama dia?”
“Ya gimana? Mama gue maksa gue buat keluar sama dia. Kalo gak gue turutin, kuping gue bisa kebakar denger ocehannya, Sat,” keluhmu.
“Oh gitu.. Kok lu gak mau sama dia?” tanyanya lagi.
Lagi-lagi kamu menghela napas mendengar pertanyaannya yang seolah tidak ada habisnya itu.
“Sat, gue tuh ga mau gambling. Gue pengennya nikah sama orang yang udah gue kenal dengan baik, begitu juga sebaliknya, dia juga udah kenal gue orangnya kaya gimana. Biar gak perlu ngelewatin proses pengenalan dan adaptasi lagi,” jawabmu.
“Gue juga pengen punya pasangan yang humoris dan obrolannya nyambung sama gue, biar gak boring pas berduaan,” sambungmu.
“Bener, gua juga pengennya gitu,” sahutnya.
“Ya kan? Abisnya nikah itu bukan hal remeh, jadi harus hati-hati banget pilih pasangannya. Soalnya nanti bakal nemenin seumur hidup,” ucapmu.
Satoru mengangguk setuju atas ucapanmu. Mata jernihnya kembali menatap langit malam. Keheningan mulai terasa beberapa saat hingga akhirnya Satoru berbicara.
“Gua pengen kita temenan lebih lama,” cicitnya.
Kamu tertawa mendengarnya berbicara demikian.
“Setelah nikah pun kita tetep temenan, Sat. Kalo perlu sampe kita sama-sama punya anak cucu,” balasmu.
“Iya. Kita temenan seumur hidup ya? Biar gua gak kesepian lagi,” pintanya. Kini mata biru jernihnya beralih menatapmu serius.
Ditatap begitu dalamnya oleh Satoru membuat perutmu merasakan gejolak aneh. Terasa geli hingga membuatmu bergidik sendiri.
“Iyaaa,” jawabmu enteng.
“Besok-besok jangan ngehindarin gua kaya kemarin-kemarin lagi,” titahnya sembari mengerucutkan bibirnya.
“Utututu, kangen ya?” ledekmu.
“Kagak lah! Masa seorang Gojo Satoru yang kece ini ngangenin cewek gak jelas kaya lu?” sahutnya.
“Seriusan? Padahal gue kangen, biasanya ada yang ngajak berantem, tiba-tiba sepi..” balasmu, membuat mata Satoru melebar.
Semua kata rindumu semakin membuatku tak berdaya Menahan rasa ingin jumpa~ Percayalah padaku aku pun rindu kamu, ku akan pulang Melepas semua kerinduan yang terpendam~
Satoru segera mengeluarkan selembar uang tunai lalu menyerahkannya pada pengamen yang berdiri tidak jauh darinya agar ia segera menjauh dari kalian.
“Etdah, besok-besok kita jangan nongkrong di sini lagi dah,” celotehnya.
“Ya kan lu sendiri tadi yang ngajak duduk di pinggir jalan begini, mana sepi lagi. Untung pengamen yang nongol, kalo begal gimana?” balasmu.
“Biar syahdu tadinya,” belanya, lalu menarik tanganmu untuk bergegas pulang.
“Pulang nih?” tanyamu.
“Iya. Nanti gua yang tanggung jawab kalo kena omel orang tua lu,” jawabnya meyakinkan.
“Ordinary Love” written by gumigumiyuu
—Megumi Fushiguro x fem!reader
—Nanami Kento x fem!reader
“Yuuji nginep disini aja ya?” ujarmu, berusaha menahan keponakanmu yang masih berusia tiga tahun itu agar tidak pulang.