Ice Cream
Mentari yang kian terik membuatmu, Kento, dan Yuuji yang tengah berada di taman bermain dipenuhi peluh. Tak hanya itu, kerongkongan pun terasa kering; meminta untuk segera dialiri sesuatu yang menyegarkan. Tampaknya pengunjung lainnya juga merasakan hal yang sama, karena antrean pada salah satu kedai ice cream begitu panjang.
“Kamu serius mau beli ice cream sekarang? Penuh banget loh itu..” tanya Nanami yang tengah menggendong Yuuji.
“Uji mau ice cream juga kan?” balasmu yang malah bertanya pada Yuuji yang berusaha membuang topinya akibat kegerahan yang tidak bisa ia tahan lagi.
“Mau..” jawabnya.
“Hahaha panas ya?” Nanami terkekeh melihat tingkah Yuuji yang ada di dalam gendongannya.
“Kasian bapaonya aunty kepanasan..” ujarmu sembari memegangi pipi gembul milik Yuuji.
“Ndak bapao!” serunya, tampak jengkel.
“Kamu itu loh, iseng. Orang lagi kepanasan gini malah digodain, kan jadi emosi tuh,” ucap Nanami.
“Abisnya Yuuji gemes sih,” balasmu sembari terkekeh.
Kamu kembali berbicara, “Mas neduh aja di sana, sama Uji. Biar aku yang menerobos gerombolan serigala yang kehausan di depan sana.”
“Kamu yang neduh sama Yuuji, mas yang beliin,” ralat Nanami.
“Mas ga boleh sampe kecapean. Dari tadi kan mas gendong Uji terus? Sekarang istirahat dulu di sana,” balasmu.
Sebelum Nanami mengeluarkan sepatah kata, kamu terlebih dulu bersuara.
“Uji mau aunty beliin ice cream apa?”
“Coklat!” seru Yuuji.
“Iya, nanti aunty beliin yang rasa coklat buat Uji. Uji duduk di sana dulu ya sama uncle,” ucapmu sembari menunjuk tempat duduk yang letaknya di bawah pohon besar yang rindang.
Yuuji hanya menganggukkan kepalanya cepat-cepat sebelum melambaikan tangannya padamu.
“Dadah, aunty!” ujarnya.
Tangan kokoh Nanami Kento mengayunkan topi kecil milik Yuuji, menciptakan hembusan semilir angin yang cukup menyejukkan untuk bocah laki-laki yang duduk di pangkuannya. Tatapannya yang teduh memandangi bocah itu dengan sayang, layaknya seorang ayah yang tengah mengasuh anaknya sendiri.
“Yuuji..” panggilnya dengan lembut, membuat yang dipanggil menoleh dan menatapnya dengan pandangan penuh tanya.
“Kalo uncle nggak ada, Yuuji temenin aunty yaa..” pinta Nanami sembari menampilkan seulas senyum.
“Aunty kamu suka ice cream. Jadi, kalo Yuuji liat aunty sedih, Yuuji kasih ice cream ya, Biar aunty nggak sedih lagi,” sambungnya.
“Aunty ndak sedih, ada uncle,” sahut Yuuji.
Nanami terkekeh pelan mendengarnya, namun sorot matanya berubah sendu.
“Yuuji harus nemenin aunty ya.. Kalo nggak ditemenin, nanti aunty sedih,” ujarnya.
Nanami kembali melanjutkan ucapannya, “Yuuji kalo nggak ada temennya sedih juga kan?”
Yuuji mengangguk lalu berseru, “Uji ndak suka sendiri!”
“Nah, berarti Yuuji nggak boleh ninggalin aunty sendirian,” balas Nanami.
“Ndak boleh!” sahut Yuuji sembari menggelengkan kepalanya.
“Nanti Uji beli esklim buat aunty juga biar ndak sedih,” cicitnya.
Lagi-lagi Nanami tesenyum, lalu dielusnya kepala bocah laki-laki itu dengan lembut. Baginya, tidak apa jika ia belum sempat menimang anak dari buah cinta kalian, tapi setidaknya ia berkesempatan untuk menemui bocah laki-laki yang mampu membuat hatinya penuh dengan kehangatan seperti ini.
”Time Limit”