Tell Me
—Megumi Fushiguro x fem!reader
Kamu diam memandangi pantulan tubuhmu yang tengah memakai gaun berwarna hitam selutut pada sebuah cermin besar, lalu sesekali berganti arah untuk melihat sisi tubuhmu yang lain.
Tanpa pikir panjang, kamu kembali melangkah menuju lemari pakaianmu lalu mencari gaun lain yang menurutmu lebih baik dan lebih pantas dikenakan untuk menghadiri acara jamuan makan malam dari keluarga besar suamimu, Megumi Fushiguro.
Pikiranmu penuh dengan rentetan kejadian-kejadian yang belum tentu terjadi, seperti bagaimana jika keluarga besar suamimu tidak menyambut hangat kehadiranmu? Bagaimana jika mereka mengolok penampilanmu atau status sosialmu? Bagaimana jika kamu nantinya membuat kesalahan hingga membuat Megumi malu? Bagaimana kamu nanti harus bersikap di hadapan mereka semua? Dan masih banyak lagi.
“Kenapa gue nggak punya baju bagus sih?” batinmu.
Kamu masih memilah-milah pakaianmu dengan gusar sembari menggigiti bagian bawah bibirmu sendiri tanpa sadar.
Tidak lama, terdengar suara ketukan dari pintu kamar yang sudah dapat kamu tebak siapa orangnya. Ya, benar. Orang itu adalah suamimu sendiri, Megumi Fushiguro.
“Aku masuk ya,” ujarnya dari balik pintu.
Ia memang selalu begitu, meminta ijin dahulu sebelum masuk ke dalam kamar. Baginya, itu adalah salah satu cara untuk menghargai privasimu sekalipun kalian sudah menikah. Ya walaupun terkadang ia tetap menerobos masuk meski kamu larang.
“Kamu mau packing baju? Mau liburan kemana?” tanya Megumi yang sudah berdiri di sebelahmu ketika melihat banyaknya pakaian yang berserakan di atas ranjang.
Kamu tidak menjawab dan hanya menoleh kearahnya sembari menatap matanya.
Seolah mengerti dengan maksudmu, Megumi kembali berujar.
“Kamu nggak tau mau pake baju apa?”
Kamu hanya mengangguk.
“Baju sebanyak itu?” ujar Megumi keheranan.
“Nggak ada yang cocok sama aku,” jawabmu dengan nada sedih.
Megumi tidak segera membalas ucapanmu, ia hanya memandangmu yang masih mengenakan gaun hitam selutut yang tadi kamu kenakan.
“Kamu cantik pake itu,” pujinya.
“Aku keliatan buncit gini kamu bilang cantik?” balasmu dengan sensi.
“Loh? Kamu emang cantik, sayang.” ujar Megumi.
“Bohong. Aku sekarang gemukan, baju-baju yang dulu biasa aku pake udah banyak yang nggak muat. Aku malu...” cicitmu dengan suara bergetar.
Mendengarmu berbicara seperti itu, Megumi meraih tanganmu lalu mengajakmu untuk duduk di tepi ranjang bersamanya.
“Hei, hei.. kok ngomongnya gitu?” Megumi menangkup kedua pipimu, memaksamu untuk menatap wajahnya.
“Kamu cantik, sayang. Kamu wanita tercantik dan hebat setelah ibuku.” ujar Megumi.
“Nggak masalah kalau kamu gemuk, pipimu jadi chubby gini malah bikin aku makin gemas,” sambungnya sembari menyunggingkan senyum.
“Dan satu lagi, kamu harus bangga dan percaya diri. Karena kamu punya dua penjaga disini,” ucapnya lagi.
“Dua?” tanyamu dengan memasang wajah bingung.
“Aku dan Megumi kecil di sini,” jawabnya sambil membelai perutmu yang membuncit dengan lembut.
Senyummu mulai mengembang dan akhirnya tertawa setelah mendengar ucapannya barusan.
Kalau boleh jujur, kamu sedikit geli mendengarnya. Tapi anehnya kamu menyukainya.
Suamimu itu memang penuh kejutan. Ia terlihat begitu dingin dan cuek di luar, tapi siapa sangka ia akan berbicara seperti itu untuk menenangkanmu?
“Cantiknya jadi kaliatan kan kalo ketawa gini,” celetuknya.
“Lucu aja denger kamu ngomong kaya gitu hahahaha” balasmu sembari tertawa.
“Lucu?” tanyanya.
“Iya, tiba-tiba udah ngasih nama panggilan aja buat dedek bayi.”
“Kamu suka nggak nama panggilan dari papa?” tanyanya sembari memegang perutmu.
Lalu ia menatapmu dengan penuh tanya, “Kok nggak nendang-nendang?”
Kamu tidak bisa menahan tawamu setelah mendengar pertanyaan polosnya itu.
“Ya kamu yang bener aja? Sekarang Megumi kecil masih segede kacang polong, mau nendang gimana?” jawabmu.
“Masa anakku disamain sama kacang polong?”
“Bukannya gitu, ih. Itu biar tau gambarannya aja,” balasmu. Sedagkan Megumi hanya ber-oh ria.
“Kita dinner berdua aja ya,” ujar Megumi sembari membantumu merapihkan pakaian yang tadi berserakan di atas ranjang.
“Bertiga maksudku. Hampir lupa kalo ada Megumi kecil juga di perut kamu,” ralatnya.
“Nggak jadi dateng ke acara keluarga kamu?” tanyamu.
“Nggak usah lah, kasian kamunya juga.”
Kamu lega mendengarnya, bahkan pikiran-pikiran buruk yang sempat memenuhi kepalamu kini berangsur-angsur menghilang.
“Terus kamu nanti alasannya apa kalo nggak dateng?”
“Hmm.. penasaran ya?” balas Megumi meledek.
“Iya lah,” jawabmu.
“Nggak mau kasih tau,”
“Kok gituuu?”
“Suka-suka,” ucapnya dengan jail.
—FIN
“Tell Me” commissioned by @chewymegummie