Time Limit



Semilir angin pada senja itu membelai lembut kulitmu. Sesekali tangan suamimu, Nanami Kento, membelai suraimu yang sedikit berantakan akibat terpaan angin di tepi pantai. Ia menyandarkan tubuhmya pada sandaran bangku, sedangkan kamu bersandar pada dada bidangnya dengan lengan kokohnya yang senantiasa mendekapmu sejak tadi.

Saat itu, kamu dan Nanami Kento tengah duduk di atas bangku pantai yang menghadap ke arah hamparan laut yang luas; menyaksikan sang mentari yang tetap memberikan keindahan meski ia perlahan mulai tenggelam di ujung laut sana.

“Kamu tau? Hari ini adalah hari yang membahagiakan untuk mas,” ucap Nanami, lebih dulu membuka suaranya.

“Semua orang yang mas sayang berkumpul, berbagi tawa satu sama lain. Dan saat ini, mas bisa meluk perempuan yang mas cinta sambil melihat pemandangan indah di depan sana,” sambungnya.

“Mas, aku juga bahagia banget hari ini. Ga nyangka semuanya bisa ngumpul sama kita kaya gini. Makasih banyak ya, mas,” balasmu.

“Mas senang dengarnya,” jawabnya sembari mengelus pucuk kepalamu dan menampilkan senyumnya meski tidak dapat kamu lihat.

Suara deburan ombak dan kicauan burung yang saat ini terdengar memecah keheningan diantara kalian berdua yang sama-sama tenggelam dalam pikiran masing-masing.

“Mas,” panggilmu lirih.

“Hm?”

“Lain kali, kita kesini bertiga ya..” pintamu.

“Bertiga? Sama Yuuji?” tanyanya dengan memasang wajah bingung.

Kamu menggeleng pelan, “Bukan, mas.”

Kamu segera mendongakkan kepalamu, lalu menatapnya dengan wajah ceria.

“Sama anak kita!” ujarmu.

“Maksudnya?” tanyanya lagi.

“Aku hamil, mas. Tadi pagi aku ngecek pake tiga testpack yang berbeda, hasilnya positif semua.”

“Mas... Mas harus sembuh ya, biar kita bisa liat pertumbuhan anak kita sama-sama,” sambungmu dengan mata berkaca-kaca.

Sungguh, Nanami tidak tahu harus bersikap seperti apa. Jelas ia bahagia mendengar kabar itu, namun terdapat rasa penyesalan yang sangat besar dalam lubuk hatinya, sehingga ia hanya mampu memelukmu saat itu.

“Mas janji bakal nemenin aku selama hamil kan? Mas bakal megangin tangan aku selama persalinan kan?”

Ia tidak mengeluarkan sepatah kata pun, seolah tenggorokannya terbelenggu hingga tidak mampu mengucapkan janji yang tidak mungkin ia tepati.

“Mas ga boleh pergi..” cicitmu sebelum tangismu pecah di dalam pelukannya.

Nanami hanya mempu memelukmu erat, ia pejamkan matanya seolah merasakan sakit dan pahitnya takdir kalian. Air matanya turut mengalir membasahi pipi tirusnya.

Ia ingin dengan egoisnya berkata bahwa ia akan terus berada di sampingmu selamanya, namun jaji palsu seperti itu malah akan menyakitimu nantinya.

“Maafkan mas..” gumamnya dengan suara berat dan serak.

“Aku ga butuh kata maaf.. aku butuh mas ada di sampingku,” jawabmu.

Ia juga inginkan hal yang sama, tapi ia merasa waktunya tidak akan lama untuk terus bersama.

“Tolong jaga anak kita, jaga diri kamu baik-baik...” ujarnya.

Kamu tidak menjawab, hanya isakanmu yang terus terdengar.

“Maafkan mas yang nggak bisa menjanjikan apapun. Maafkan mas yang selama ini kurang memberimu perhatian, dan malah memberimu banyak luka di tahun kedua pernikahan kita. Maafkan mas yang nggak bisa mendampingimu dalam merawat anak yang kamu kandung.. Maafkan mas, sayang. Maafkan mas..” cicitnya.

“Terima kasih sudah memberi mas banyak cinta dan kasih sayang.. Kamu wanita hebat, istri mas yang sangat mas cinta.. Mas ingin kamu selalu bahagia meski mas tiada. Jangan bersedih, sayang.. Mas akan selalu ada... dalam hati dan ingatanmu,” sambungnya.

Mendengar ucapannya itu membuatmu kian mengeratkan pelukanmu padanya, tangismu makin menjadi-jadi hingga suara tangismu sendiri yang hanya mampu kamu dengar.

“Mas sayang kalian berdua..” ucapnya untuk terakhir kalinya.

Sore itu, pelukan Nanami Kento yang semula begitu erat kian melemah diikuti dengan debaran jantungnya yang mulai padam; bersamaan dengan tenggelamnya sang mentari di ujung lautan. Derasnya deburan ombak saat itu seolah menemani jerit dan tangisanmu yang terdengar memilukan hingga membuat siapa pun yang mendengarnya mampu merasakan kepedihan yang sama.

Sebelumnya, kamu tidak pernah membayangkan bagaimana hidupmu tanpanya. Terlebih saat ini kamu tengah mengandung buah cinta kalian yang telah lama kalian nantikan.

Waktu itu kejam bukan?

Waktu dalam hidup ini akan terus berjalan, tidak peduli masalah atau beban berat yang tengah kamu tanggung saat ini. Memaksamu membuat pilihan untuk terus melangkah, meski itu adalah pilihan yang sulit untuk dijalani.

Mungkin, ucapan Nanami Kento akan terus kamu ingat sepanjang hidupmu agar tegar menjalani kehidupan yang kian berat untuk dipikul seorang diri.

”Jangan bersedih, sayang.. Mas akan selalu ada... dalam hati dan ingatanmu”


—FIN


”Time Limit”