Beautiful



Gaun panjang berwarna merah muda dengan bunga-bunga sebagai motifnya tampak pas membalut tubuhmu. Nanami Kento tersenyum bangga melihatmu mengenakan gaun pilihannya yang entah kapan ia beli tanpa sepengetahuanmu.

“Cantik sekali istri mas,” pujinya sembari menyingkirkan anak rambut yang menutupi dahimu.

“Yang bener?”

“Iya, sayang. Mas sampai nggak bisa ngalihin pandangan mas dari kamu,” jawabnya dengan menampilkan senyumnya yang hangat, sukses membuat pipimu bersemu.

“Mas Kento juga. Hari ini keliatan ganteng banget,” balasmu.

Ucapanmu barusan bukan sekadar basa-basi. Di matamu, hari ini ia tampak berbeda. Ia terlihat begitu bersinar dan memukau, bahkan senyumnya tampak jauh lebih indah dan menawan dari biasanya.

“Oh ya?” tanyanya, seolah mencari validasi atas pujianmu barusan.

Lagi-lagi netranya memandangmu, tidak lupa ia sunggingkan senyum tipisnya yang menawan. Kamu bertatapan dengannya seperti ini bukan sekali duakali, namun kamu tetap salah tingkah dan jantungmu berdegup kencang karenanya.

Ia membuka suara setelah melihat wajahmu yang semerah tomat,“Kamu kenapa senyum-senyum gitu?”

“E-enggakkk!!” jawabmu.

“Oh, yaudah. Kalau gitu kita berangkat sekarang ya,” ujarnya, lalu berbalik badan dan melangkah menuju pintu.

“Mas,” panggilmu, membuatnya menghentikan langkahnya lalu menoleh ke arahmu.

“Sini dulu, rambutnya agak berantakan,” sambungmu.

“Hm?” gumamnya sebelum akhirnya ia kembali berjalan menghampirimu.

Kamu mengisyaratkan agar ia membungkukkan tubuhnya untuk memudahkanmu menjangkau kepalanya.

“Emang beranta-“ ucapannya terpotong karena sebuah kecupan yang tidak terduga darimu.

Kamu segera menyudahi kecupanmu itu, lalu beranjak meninggalkannya yang masih mematung.

“Ayo, mas. Katanya mau berangkat?” ujarmu yang kini sudah berada di ambang pintu.

“Istri mas nakal ya? Abis nyium begitu masa langsung pergi?” balasnya.

“Cepet, mas. Nanti kita kejebak macet kalo ga berangkat sekarang,” jawabmu dengan topik lain.

“Nggak apa-apa, kita jadi car date nanti,” sahutnya sembari terkekeh.

“Males banget ih!”


Aroma laut yang khas mulai menusuk indera penciumanmu. Di sebelah kananmu sudah terlihat hamparan pasir putih yang bersih, bersiap untuk menjadi prasasti semu yang akan meninggalkan bukti pijakanmu dengan Nanami Kento yang saat ini tengah fokus memarkirkan mobil yang kalian naiki.

“Mas Ken kok ga bilang kalo kita mau ke pantai? Kalo tau gini kan aku tadi nyiapin makanan buat dibawa,” ujarmu.

Nanami hanya terkekeh, lalu mengajakmu untuk turun dari mobil.

“Udah, kamu nggak usah mikirin apa-apa. Yuk, kita turun,” ajaknya.

Kamu dan Nanami Kento turun dari mobil, kemudian kalian berjalan beriringan dengan tangannya yang terus menggenggam tanganmu.

Kursi-kursi yang tersusun rapi dengan balutan kain dan bunga-bunga cantik yang menghiasinya menarik atensimu. Dan di sana juga tampak segerombolan orang yang kamu kenal tengah menunggu kalian, bahkan beberapa ada yang melambaikan tangan dengan wajah sumringah.

Nanami menoleh kearahmu, melihat wajahmu yang tampak bingung membuatnya tertawa kecil.

“Mas? Ini ada apa?” tanyamu penuh kebingungan.

Happy anniversary, my love,” jawab Nanami Kento dengan senyum hangat yang terukir jelas di wajahnya. Lalu ia merentangkan tangannya, bersiap untuk mendekapmu dalam pelukannya yang hangat.

Happy anniversary!” sahut semua orang yang hadir di sana dengan kompak.

Mendapat kejutan seperti ini dari suamimu dan orang-orang yang kamu sayangi membuat hatimu terasa penuh dan hangat. Air mata haru tidak mampu kamu bendung, terlebih ketika seorang bocah laki-laki menghampirimu dengan sebuket bunga di tangan mungilnya.

“Bunga cantik buat aunty yang cantik,” ujar Yuuji sembari menyodorkan sebuket bunga padamu.

Kamu menerimanya, lalu berjongkok untuk mensejajarkan tinggimu dengan anak itu.

“Makasih, Uji sayang..” ucapmu sembari menciumi pipi gembulnya dengan gemas.

Meski segala persiapannya terbilang sangat mendadak, tapi Nanami cukup lega melihat semuanya berjalan lancar seperti keinginannya. Ia ingin menghabiskan hari yang istimewa itu dengan susana yang hangat, penuh canda tawa, dan suka cita bersama anggota keluarga dan teman-teman dekat.

Ia ingin melihatmu tersenyum bahagia dan mampu tertawa meski nantinya ia tidak lagi disampingmu. Ia ingin orang-orang yang ada disana akan menemanimu dan membantumu kala ia tidak lagi mampu merengkuh dan menjadi penopangmu. Ia ingin memastikan kamu dikelilingi orang-orang baik yang tidak akan membuatmu terluka nantinya.

Keinginannya begitu sederhana, hanya bahagiamu yang ingin terus ia lihat dalam hidupmu dengan maupun tanpa dirinya di sisimu.


“Time Limit”