Voli
Setelah mengalami pergulatan batin selama beberapa saat, kamu memberanikan diri untuk turun ke lapangan lalu berbaris untuk melakukan pemanasan.
“Lu ngapain di sini?” tanya Todo, menoleh ke arahmu yang berdiri di balik punggungnya.
“Baris lah,” jawabmu enteng.
“Pendek mah baris di depan!” seru Todo.
Mai yang berdiri tidak jauh darimu hanya tertawa, “Malu dia, Do. Takut diledekin temen sekelasnya Megumi.”
Tidak lama, salah seorang teman Megumi berseru, “Nah, akhirnya mas-mas nasi padangnya turun juga nih,” Yuuji menyambut kedatangan Megumi.
Kamu sangat yakin, dia pula lah yang menyebarkan kejadian memalukan itu pada yang lainnya. Karena saat itu, Yuuji turut menyaksikannya.
“Mbak-mbak nasi padangnya ngumpet, Gum!” adu Yuuta.
Kamu yang tengah berlindung di balik punggung Todo tidak bergeming, sedikit lega juga karena tubuh besar Todo sangat berguna di saat-saat seperti ini.
Namun, tiba-tiba Todo malah berjongkok tanpa memberi aba-aba.
“ITU DIA ORANGNYA!” seru Nobara dengan semangat.
“Anjir lu, Todo!” ujarmu pelan.
“Tali sepatu gua lepas. Sorry ye” balasnya tanpa bersalah.
Guru olahragamu, Gojo Satoru, akhirnya tiba dan memerintahkan kalian untuk melakukan pemanasan.
“YANG PENDEK BARISNYA DI DEPAN!” seru Pak Gojo.
“BAPAK JEMUR NIH KALO KALIAN BARISNYA GAK BENER!” ancamnya, membuatmu sukses dipelototi teman-temanmu.
Kamu masih enggan berpindah hingga tiba-tiba Noritoshi menepuk bahumu dari belakang.
“Pindah ke depan, di sebelah kanan Momo,” titahnya.
“Ga mau di depan,” tolakmu. Karena jika kamu berdiri di sebelah kanan Momo, otomatis kamu akan bersebelahan dengan Megumi.
“Pindah, njir! Kasian Miwa ntar kepanasan kalo dijemur kelamaan,” ujar Muta.
“Miwa terus lu, bucin..” celetuk Mai.
“Tolong pahami perasaan gue kali ini aja. Gue ga bisa pergi kesana. Kamo, please...” kamu menaruh harapan besar padanya untuk menolongmu.
Kamo tidak menjawab apapun, dia hanya menghela napas dan berjalan menghampiri Pak Gojo, lalu berbicara dengannya.
“Yaudah, ayo mulai pemanasannya!” Pak Gojo mulai memberi instruksi.
“Itu kok mba-mba nasi uduk gak disuruh ke depan?” cicit Toge.
“NASI PADANG, GE! LU NGUPING DIMANA SIH? JAUH AMAT JADI NASI UDUK?” balas Yuuta, sewot.
“Loh? (Y/n) sekarang jualan nasi padang?” tanya Pak Gojo.
“Nggak, Pak. Bercandaan anak-anak aja,” jawab Momo yang berbaris di depan.
“Ohhh.. Yaudah, mulai! Biarin aja dia di belakang, kasian nanti pingsan kalo baris di depan.” ujar Pak Gojo, membolehkanmu berdiri di belakang Todo, karena tempat itu cukup teduh untukmu berdiri.
Entah apa yang Noritoshi sampaikan pada Pak Gojo hingga beliau mengiyakan tanpa banyak bertanya seperti itu.
Sekembalinya Noritoshi ke dalam barisan, kamu menanyainya, “Lu tadi bilang apa ke Pak Gojo?”
“Cuma bilang kalo kamu kurang sehat,” jawabnya.
Todo menyahut, “Bener sih, otaknya kurang sehat!”
“Brengsek!”
Selama tiga puluh menit, Pak Gojo mendemonstrasikan cara melakukan service dan menerima bola yang dibantu oleh Yuuji.
Setelahnya, kamu dan yang lainnya mendapat kesempatan untuk mencoba memainkan bola voli yang ada secara bergantian. Lalu, tiba lah saat-saat yang kamu kurang sukai.
Pak Gojo membuat dua kelompok yang berisikan enam orang yang dibagi per-kelas.
“Yang IPA 2 perempuannya ada empat ya?” tanya Pak Gojo.
“Perasaan gue ga enak,” batinmu.
“Hmm.. Yuuji kamu jadi cadangan aja. Nggak usah ikut main,” titah Pak Gojo.
“Kelompok kelas saya jadi kurang pemain dong, Pak?” balas Yuuji.
“Enggak. Biar adil, salah satu murid perempuan dari IPA 2 pindah ke kelompok IPS 1,” ujar Pak Gojo.
“Pak, kok Yuuji malah dijadiin cadangan sih?” keluh Yuuta.
“Kalo dimasukin ke kelompok kalian, nanti makin gak adil. Dia kan jago noh olahraganya,” jawab Pak Gojo.
“Ada yang mau pindah secara sukarela? Atau saya yang pilih?” sambungnya sembari mengamati masing-masing murid di hadapannya.
Kamu merasa cemas, takut jika kamu lah yang dipilih untuk pindah kelompok. Kamu tidak ingin satu kelompok dengan Megumi, takut berbuat hal memalukan lagi dihadapannya. Selain itu, kamu juga tidak mahir dalam pelajaran ini.
“Mai, lu kan pemberani. Sono gih, sekelompok sama kakak lu,” pintamu lirih.
“Gak! Gua mau ngelawan kelompok kakak gua!” jawabnya dengan kobaran semangat yang menyala-nyala.
“Jangan ajak Miwa ngomong. Anggep aja Miwa nggak ada. Jangan liat Miwa. Miwa nggak ada disini.” cicit Miwa yang berusaha menghilangkan hawa kehadirannya.
Kamu juga berharap bukan kamu yang terpilih, namun takdir berkata lain.
“MBAK-MBAK NASI PADANG AJA YANG KESINI!” seru Yuuta.
“Anyink...” batinmu.
“Eh, namanya siapa sih?” tanya Yuuta kepada teman-temannya setelah berseru.
”(y/n),” jawab Maki.
“AYO, (Y/N) KESINI!” seru Nobara.
“Yaudah, kamu yang pindah kesana. Kelas sana kayanya pada pengen sekelompok sama kamu,” ujar Pak Gojo.
“Ya Allah, gue takut dirujakkkk! Ntar kalo gue ga bisa nerima bolanya gimana?” batinmu.
“Gak nyangka, ternyata kita bakal jadi rival!” seru Momo.
“Jangan lah kamu berkhianat, wahai Nyi Blorong! Teman sekelasmu adalah kami! Jadi, buatlah kami menang!” ujar Muta sembari menepuk bahumu sebelum kamu pergi.
“Cotttt....bacootttt..” balasmu yang ingin menggaruk wajahnya.
Masing-masing orang mendapat giliran untuk melakukan service, dan kini adalah giliranmu untuk melakukannya.
“Santai aja, (y/n). Gak usah tegang,” ujar Nobara.
“Yang bener service-nya,” sahut Toge.
“Kalem, lu pasti bisa! Jangan malu-maluin! Ini adalah saat yang tepat buat lu caper dengan gaya di depan Megumi!” batinmu yang sudah membulatkan tekad.
“Yuk bisa yukk!” seru Yuuta.
Kamu pun mulai melambungkan bola voli yang ada di tanganmu, lalu memukulnya sekuat-kuatnya. Berharap agar bolamu melambung tinggi hingga memasuki wilayah lawan.
Namun, Dewi Fortuna sepertinya masih ingin menjahilimu.
Bukannya melambung melewati net, bolamu malah mengenai kepala Megumi yang mengambil posisi sebagai middle blocker.
Kamu berteriak histeris.
Temam sekelasmu yang menyaksikan dari sebrang net ikut berteriak, seolah menyoraki ketidak beruntunganmu itu.
“YA ALLAH! ASTAGFIRULLAH! MAMPUS AJA DAH GUE!” batinmu.
Kamu terus saja merutuki kebodohanmu kali ini. Sedangkan teman sekelas Megumi hanya menertawakan hal itu, seolah itu bukanlah masalah yang besar.
Tapi, kamu tidak merasa demikian. Dengan segera kamu menghampiri Megumi yang masih memegangi kepalanya.
“Megumi, maafin gue. Gue ga sengaja..” ujarmu dengan suara bergetar.
“Iya, gapapa.” jawabnya singkat.
“Lu ngerasa pusing ga? Atau mual?” tanyamu dengan panik, takut ia mengalami gegar otak karena ulahmu.
“Gua gapapa. Untungnya pukulan lu gak sekenceng pukulan Yuuji,” jawabnya.
Kamu mulai bernapas lega, namun air matamu malah terjun bebas.
“Gua beneran gak kenapa-kenapa. Jangan nangis,”
“Sekali lagi maafin gue, Gu–” ucapanmu terpotong oleh seruan Yuuta.
“ASTAGHFIRULLAH, MEGUMI. MALAH BIKIN NANGIS ANAK ORANG,” serunya.
“Cup cup cup, udah yaa.. Megumi orangnya emang galak,” ujar Nobara yang menghampirimu lalu menepuk-nepuk bahumu, berusaha menghentikan tangismu.
“Enggak kok, Megumi gak gal–” kamu berusaha meluruskan ucapan Nobara, namun lagi-lagi ucapanmu disela.
“Udah, udah.. gak apa-apa. Lagian kan kita sama-sama masih belajar. Lu tadi udah minta maaf juga kan ke Megumi?” ucap Maki yang juga menghampirimu.
Kamu hanya mengangguk.
“Nah, kalo gitu gak usah dipikirin lagi,” sambungnya.
“Iya, makasih yaa. Tapi, tadi Megumi udah maaf–” entah sudah berapa kali kamu tidak dapat menyelesaikan ucapanmu. Kali ini Toge lah yang memotong pembicaraanmu.
“Disuruh istirahat dulu sama Pak Gojo, lima belas menit,” ujarnya.
“Lu bawa minum gak? Kalo gak, mau ikut kita ke kantin?” tawar Nobara.
“Ga deh, Ra. Gue bawa kok,” jawabmu.
“Yahh... Lu mau gabung sama temen sekelas lu ya? Yaudah deh, kita duluan yaa,” pamit Nobara sembari menggandeng lengan Maki.
“YA ALLAH, DARI TADI GUE MAU NGOMONG KAGA JADI-JADI,” batinmu kesal.
“Like Me”