Roti Bakar
Mengikuti saran Todo, kamu pun memilih untuk duduk di pinggir trotoar, menunggu Megumi kembali menghampirimu sembari melihat banyaknya orang yang berlalu lalang untuk sekadar berjalan santai, berlari, maupun bersepeda.
Sungguh, kamu ingin berjalan untuk mencarinya. Tapi kakimu rasanya sudah lemas sekali, bahkan kamu juga tidak tahu arah mana yang harus kamu ambil; karena kamu tidak familiar dengan daerah tersebut.
Hingga akhirnya suara langkah kaki terdengar mendekat ke arahmu disertai dengan deru napas terengah yang jelas terdenger oleh telingamu, membuatmu menoleh untuk melihat sosok Megumi yang sudah berdiri di sebelahmu.
“Pindah duduk di sana, bangkunya kosong,” ujarnya.
Kamu bangkit dari dudukmu dan mengikuti langkahnya menuju bangku kosong yang terletak di bawah pohon besar di seberang jalan.
“Gue kira lu ninggalin gue..” cicitmu.
Ia melihatmu sekilas sebelum menggandeng tanganmu untuk menyebrang jalan yang cukup ramai, ia tidak melepaskan tanganmu sampai kalian berdua duduk di bangku yang ia maksud.
“Marah ya?” tanyanya, membuka obrolan.
Kamu menggeleng pelan, “Engga, tapi gue takut..”
Megumi mengeluarkan botol minuman dari kantung plastik yang ia bawa, lalu membukakan tutupnya sebelum memberikannya kepadamu.
“Maaf, tadi gua lari duluan buat beli minum sama roti bakar. Ini paling enak dan paling cepet habis, takutnya lu gak sempet nyobain kalo gua gak cepet-cepet nyari abang-abang tukang roti bakarnya,” jelasnya panjang lebar.
Kamu tidak langsung membalas ucapannya dan memilih untuk meminum air yang sebelumnya ia berikan padamu.
“Tapi kan bisa bilang dulu, biar gue ga kaya anak ilang. Gue juga serba bingung, mau nyari lu tapi takut kesasar..”
“Maaf ya, tadi sengaja gak bilang takutnya lu ngeyel pengen ikut. Soalnya lu udah keliatan lemes juga. Lain kali pasti gua bilang dulu ke lu”
“Kalo lu bilang, gue juga bakal nurut, Gum..”
“Iya, maaf ya, sayang. Tadi gak ada yang jahatin lu kan selama gua gak ada?” tanyanya sembari menepuk pucuk kepalamu.
Bukannya menjawab, kamu malah menutupi wajahmu yang merah padam dengan kedua tanganmu.
“Ga ada” kamu menggeleng pelan.
Megumi meraih tanganmu, “Kenapa mukanya ditutupin?”
“Maluuu. Gue masih belom terbiasa denger lu manggil gue 'sayang' gitu..” jawabanmu sukses membuat Megumi tertawa.
“Percaya gak kalo gua baru kali ini manggil orang pake sebutan itu?” tanyanya.
“Terus lu manggil apa ke pacar-pacar lu yang sebelumnya?”
“Gak punya pacar”
“Bohong! Gue ga percaya!”
“Bener kok. Buat nembak lu aja gua sempet bingung cara ngomongnya gimana, untung lu duluan yang nembak hahahaha”
“Ih, jangan ungkit bagian itu. Gue masih maluuuu”
Lagi-lagi Megumi tertawa.
Kamu dan Megumi menikmati roti bakar yang sebelumnya Megumi beli untukmu sembari menikmati semilir angin sejuk yang menerpa.
“Enak gak?” tanyanya.
“Enak banget! Apalagi makannya bareng lu, jadi makin enak” jawabmu dengan malu-malu.
Sedangkan Megumi malah memalingkan wajahnya, berusaha menutupi wajahnya yang juga memerah.
Ia berdehem pelan sebelum kembali berbicara.
“Gak usah gombal. Gak mempan di gua”
Dengan jail, kamu menyentuh pipinya yang tampak memerah.
“Ga mempan tapi pipi lu merah gini ya, Gum?” kamu terkekeh pelan.
Ucapanmu membuat Megumi menutup kedua matamu dengan telapak tangannya agar kamu tidak melihatnya yang tengah tersipu.
“Gak usah diliat”
“Kenapa? Lucu tau”
“Mau nyari sarapan gak? Masih laper kan?” tanyanya, berusaha mengalihkan topik pembicaraan.
“Ih, kok tiba-tiba ngalihin topik sih?”
“Mau makan apa? Bubur ayam? Nasi?”
“Terserah lu, Gum. Kan gue udah bilang, makanan apapun bakal kerasa enak kalo makannya bareng lu”
“Dibilang jangan gombal” ujarnya sembari mencubit pipimu gemas.
“Like Me”