Panik part. 2


10.18

Sukuna menunggu dengan cemas di depan pintu IGD. Ia terus merapalkan doa yang ia ingat. Doa sebelum makan pun tak luput ia baca.

Tidak lama kemudian, seorang perawat keluar dan menghampirinya.

“Anda keluarga dari ibu yang di dalam?” Tanyanya.

“Saya suaminya. Istri saya gimana keadaannya?”

“Begini, istri bapak mengalami pendarahan hebat yang dapat membahayakan si ibu dan jabang bayi. Jadi harus segera dilakukan tindakan operasi”

Tanpa pikir panjang, Sukuna menyetujuinya demi keselamatanmu dan tentu saja demi bayi yang kamu kandung juga.

“Baik, pak. Tolong selesaikan keperluan administrasi dan menandatangani surat persetujuan di bagian Administrasi terlebih dahulu ya”

Sukuna mengiyakan dan segera bergegas.


12.29

Sedari tadi Sukuna tidak bisa menunggu dengan tenang. Kakinya tidak berhenti melangkah kesana-kemari dan ia terus berdoa akan keselamatanmu dan bayimu.

“Kalo tadi pagi gua gak ninggalin dia sendirian di kamar, pasti dia gak bakal kaya gini” batin Sukuna yang dipenuhi penyesalan.

Beberapa saat kemudian, seorang perawat keluar dari ruang IGD dengan tergesa-gesa. Tentu saja hal itu membuat Sukuna panik.

“Kenapa, sus??? Ada apa?? Jawab!”

Jangan heran, Sukuna kalau sudah panik atau marah tidak akan memedulikan tata krama. Siapapun akan ia bentak.

“S-saya mau ngambil kantong darah. Mbak yang di dalem kekurangan banyak darah. Permisi” jawabnya sembari berlalu.

Sukuna sudah maslong, cemas tak tertolong. Ingin rasanya ia masuk ke dalam dan melihat keadanmu. Tapi ia mengurungkan dirinya dan berharap agar kamu baik-baik saja.


13.09

oooeeeekk oooeeeekkk oooeeekkk

Sayup-sayup Sukuna mulai mendengar suara tangisan bayi dari dalam ruangan.

“Suara bayi! Anak gua?! Anak gua lahir??!” ia terlihat sangat bersemangat mendengar suara tangisan bayi itu.

Seorang perawat pun keluar dan mempersilahkan Sukuna untuk masuk guna melihat bayi dan juga istrinya.

“Silahkan, Pak. Bayinya sudah dibersihkan”

Sukuna mulai memasuki ruangan dan melihatmu yang terlihat lemah tengah mendekap seorang bayi.

“Unaa” panggilmu dengan suara yang lemah.

Tentu saja, senyuman hangat menghiasi wajahmu yang terlihat sedikit pucat.

Sukuna segera memeluk dan menciummu, ia sangat lega melihatmu dan bayimu selamat.

“Una, liat deh. Anak kita mirip kamu banget ya? Hahaha”

“Rambutnya doang, lainnya mirip kamu”

“Oiya, kamu inget ga? Mimpiku yang dulu disuruh milih kotak kado?” Kamu baru saja mengingat sesuatu.

“Inget. Kamu milih kotak yang pitanya warna merah kan?”

Kamu tersenyum sebelum membalas.

“Iyaa. Kayanya itu pertanda deh, kalo anak kita warna rambutnya agak kemerahan kaya gini?”

“Terus kalo ada yang pitanya warna putih, kamu milih itu.. anak kita rambutnya jadi putih juga? Kaya Gojo dong?”

“Yaa ga gitu juga, ih!”

Sukuna hanya tertawa dan tangannya perlahan mulai menyentuh tangan mungil bayi yang tertidur pulas di atas dadamu.

“Hey, mungil! Ini papa” batin Sukuna.

“Kamu udah kepikiran mau namain anak kita apa?” tanya Sukuna.

“Udah. Namanya Yuuji, nanti dipanggilnya Uji. Lucu ga sih kalo manggil kalian? Una sama Uji? Hahaha aku jadi kaya punya dua bayi”

Sukuna tertawa sembari mengacak rambutmu pelan.

“Salam kenal, Uji. Ini papa Una” ujar Sukuna sambil menyentuh pipi Yuuji dengan lembut.

“Kamu udah kaya kenalan sama temen sebaya aja hahaha”


“Una, makasih banyak yaa. Dan maaf juga, aku selalu bikin kamu repot. Aku bahagia punya kamu, dan aku sekarang jadi lebih bahagia karna punya Uji juga”

“Apa sih? Harusnya aku yang berterima kasih. Aku berkali-kali lipat lebih bahagia karna punya istri sehebat kamu, dan juga punya anak selucu dan sekuat Yuuji”

Kamu tersenyum lega mendengarnya.

“Una, kalo aku ga ada.. kamu tetep sayang dan ngejaga Uji kan?”

“Kamu ngomong apa sih? Aku jelas akan ngejaga dan sayang sama kalian berdua sampe kapan pun”

Tanpa sadar, air matamu mulai menetes.

“Uji denger kan? Papa Una sayang banget sama Uji. Nanti Uji jangan nakal ya, nurut sama papa..”

”..kalo nanti kamu punya mama baru, jangan lupain mama yang ngelahirin kamu ya. Uji anak baik, anak kesayangan mama..” kamu menciumi bayi laki-laki yang tengah tertidur di dekapanmu.

Rahang Sukuna mengeras mendengar celotehanmu sejak tadi.

“Maksud kamu apa ngomong kaya gitu?”

Kamu memaksakan diri untuk tersenyum, meskipun air mata tak henti-hentinya membanjiri wajahmu.

“Aku pasrah, Una..”

Sukuna semakin tidak mengerti, ia menatapmu dengan tatapan memburu, seolah memaksamu untuk menjelaskan.

“Una, kamu ga liat? Mereka semua nunggu aku.. udah ga ada waktu lagi.” Ujarmu sembari menunjuk sudut-sudut ruangan yang terlihat kosong, tidak ada siapapun yang berdiri di sana.

“Siapa?? Mereka siapa??”

Kamu tidak menjawab dan memilih untuk menatap wajah suamimu sembari menyentuh wajahnya.

”..Tolong tepati janji kamu yaa, jagain Uji. Makasih.. Una. I... love you..” sambungmu sebelum memejamkan mata.

Tepat setelah itu, Yuuji menangis dengan kencang. Membuat Sukuna semakin panik lalu memanggil perawat dan dokter.

Seorang perawat menggendong Yuuji dan membawanya ke ruang inkubator. Sedangkan perawat lain sibuk memeriksa kondisimu.

“Dokter! Denyut nadinya melemah” pekik seorang perawat.

“Pak, tolong tunggu di luar dulu ya. Terima kasih” titah seorang perawat lain yang meminta Sukuna untuk menunggu di luar.


Sukuna kalut, pikirannya kacau. Semua pikiran buruk mulai menghantuinya.

Bagaimana jika istrinya benar-benar meninggalkannya? Apakah ia sanggup menjalani hidup tanpamu? Bagaimana ia akan merawat Yuuji seorang diri?

Ia hanya berharap agar kamu kembali sadar dan keadaanmu menjadi stabil.


“When you are alone”