Like Me



Jemarimu dengan gemulainya menari-nari diatas layar ponselmu, menggulir timeline media sosialmu hingga jarimu berhenti menari kala wajah tampan kekasihmu, Megumi Fushiguro, mencuri perhatianmu.

Seperti biasa, dia berfoto dengan gaya yang kaku; hanya berdiri tegap dengan air muka yang datar.

Waktu yang terus berhembus tidak membuatmu terusik, kamu masih bergeming, tidak peduli hitungan waktu yang akan terus berlalu ketika kamu memilih untuk diam mematung seperti ini.

Masih kamu pandangi lekat-lekat foto lelaki berbulu mata lentik itu seolah baru pertama kali kamu melihat ciptaan indah dari Tuhan yang terus saja membuatmu takjub.

Manik matanya yang sebiru lautan samudera yang dalam, bagai menyimpan rahasia-rahasia yang tidak sembarang orang dapat menguak keindahannya. Sorot matanya yang tajam seolah memberikan pertahanan lebih agar tidak ada yang dapat menebak seperti apa dirinya itu.

Seulas senyum kamu tampilkan kala mengingat lelaki yang minim ekspresi itu sangat berbeda saat bersamamu. Sorot matanya yang tampak setajam bilah pedang, berubah teduh layaknya pepohonan rindang yang siap melindungimu dari teriknya binar mentari di siang hari. Membuatmu merasa nyaman dan aman.

“Kenapa senyum-senyum?” tanya Megumi yang duduk di sebelahmu.

“Lagi ngeliatin foto cowo ganteng,” jawabmu.

Netra birunya memandangmu dengan tatapan menyelidik, berusaha mencari jawaban lebih dari perkataanmu barusan.

“Siapa?” tanyanya lima detik kemudian.

“Ada dehh” balasmu dengan usil.

“Penyanyi? Aktor? Apa model?”

Kamu menggeleng cepat-cepat.

“Bukan! Kalo dia jadi artis, nanti gue cemburu. Soalnya dia bakal ketemu cewe-cewe cantik terus,” jawabmu dengan nada sedih yang sukses membuat dahinya mengernyit.

“Ngapain cemburu sama dia? Emang dia siapa lu?” ia mulai memburumu dengan pertanyaan.

“Dia itu orang yang penting di hidup gue, Gum. Kayanya hati gue bener-bener udah ada di genggaman dia deh?”

Kamu dapat melihat air muka Megumi berubah, rahangnya mengeras, dan telinganya memerah. Kamu sedikit gemetar melihat tatapan menusuk darinya, dan mulai sadar bahwa kejailanmu barusan berhasil membuatnya marah.

“Beberapa minggu ini kita gak ketemu, gua tahan-tahan buat gak nemuin lu ke rumah. Itu semua biar kita bisa sama-sama fokus belajar buat persiapan ujian.” ujar Megumi.

Kamu tidak membalas ucapannya, memilih untuk mendengarkan Megumi bicara hingga tuntas.

“Gua gak mau hubungan kita yang disalahin kalo nilai akademis kita turun. Tapi apa? Lu malah deket sama cowok lain?”

Kamu menunduk, berusaha menyembunyikan tawamu yang hampir meledak karena orang yang sedari tadi kamu maksud adalah dirinya sendiri. Megumi lah orang yang kamu anggap penting dalam hidupmu, dan hatimu yang penuh cinta dan selalu memujanya, berada dalam genggaman tangannya; bahkan sejak dulu.

Melihatmu yang terus bungkam membuat kesabarannya menipis.

“Sini HP lu! Gua mau tau, orangnya kayak apa.” titahnya sembari mengulurkan tangan kanannya.

“Ga mau.. Nanti lu marah..” cicitmu.

Megumi yang melihatmu tampak enggan untuk memberinya ponsel yang tengah kamu pegang, langsung menyambarnya; membuatmu sedikit terkejut.

Otot wajahnya yang semula tegang, kini berangsur mengendur. Raut wajahnya tidak lagi seperti serigala hutan kelaparan yang siap memangsa anak domba yang tersesat seorang diri.

Netra birunya yang tadi melihat layar ponselmu, kini bergantian memandangmu dengan pandangan penuh tanya.

“Ini foto gua kan?” tanyanya.

“Ganteng kan?” balasmu sembari tertawa tanpa dosa.

Kamu dapat mendengar Megumi menghela napasnya, seolah baru saja melepas beban berat yang sedari tadi tertahan dalam dada.

“Cowok yang dari tadi lu maksud siapa?”

“Ya siapa lagi kalo bukan lu, Megumi Fushiguro?” ucapmu sembari memegang kedua pipinya yang lembut.

Kamu kembali berujar, “Gum, lu cemburu ya?”

“Gak”

“Tapi kok tadi marahnya sampe begitu? Serem tau”

“Makanya, kalo ngomong jangan ambigu”

“Berarti bener ya? Lu cemburu kan? Ngira kalo gue beneran deket sama cowo lain?” balasmu sembari terkekeh.

Megumi masih bungkam. Sedangkan tanganmu yang usil mulai menusuk-nusuk pipinya dengan jari telunjukmu.

“Hayooo, ngaku aja, Gum..”

Merasa terusik, ia pun menahan kedua tanganmu agar berhenti mengusilinya.

“Gua gak cemburu, cuma kecewa. Padahal dulu lu bilang kalo gua satu-satunya yang lu sayang, tapi tadi lu malah bilang kayak gitu. Seolah perasaan lu udah berubah 180 derajat.”

“Maaf, Gum... Gue ga bakal bercanda kaya tadi lagi. Perasaan gue ga akan pernah berubah kok, selama Megumi masih sayang sama gue kaya sekarang ini.”

Bukannya langsung membalas ucapanmu, ia malah meletakkan kedua tanganmu pada pipinya.

“Selalu, sayang” jawabnya sembari mengecup singkat tangan kananmu, lalu menatap wajahmu yang semerah udang rebus dengan netra jernihnya.

Kamu terkejut bukan main, darahmu berdesir, bahkan kamu juga merasakan tubuhmu seperti tersengat aliran listrik ketika ia bersikap demikian.

“Gum..” panggilmu pelan.

“Apa?”

“Kalo gue salto sambil jerit-jeritan sekarang, lu malu ga?”

“Malu. Bisa-bisa nanti disamperin tetangga, dikira lu kesurupan siluman monyet”

“KENAPA SILUMAN MONYET SIH?”

“Kata Pak Geto, kita semua adalah monyet” jawab Megumi dengan lugu. Sepertinya doktrin yang disebarkan oleh Suguru Geto, guru sejarah kalian, sudah tertanam dalam pikirannya.

Pasalnya setiap pelajaran berlangsung, beliau selalu mendoktrin demikian pada kalian semua.


Kamu masih duduk di atas sofa, tepatnya di depan televisi, bersama Megumi yang sedari tadi bahunya kamu jadikan sandaran.

“Jangan nyender kayak gini, nanti leher lu sakit” ujarnya sembari menjauhkan kepalamu dengan tangannya.

“Iya sih, pegel..” jawabmu.

Megumi menarik bantal sofa, lalu menaruhnya diatas pahanya.

“Sini” titahnya sembari menepuk-nepuk bantal yang tadi ia letakkan, memintamu untuk tidur diatas pangkuannya.

“Boleh?” tanyamu malu-malu, namun kepalamu sudah lebih dulu mendarat diatas bantal tersebut. Membuat Megumi terkekeh melihat kebiasaanmu itu.

“Orang tuh nanyanya pas belum rebahan. Udah tiduran gini baru nanya” cibirnya

“Kan takutnya lu keburu berubah pikiran..” cicitmu.

“Emang pernah gua plin-plan?”

“Ga pernah sih..”

Memang benar, kalau diingat-ingat ia tidak pernah dengan mudahnya berubah pikiran. Ia selalu teguh pada pendiriannya.

Sama halnya ketika ia dulu mengatakan ingin dekat denganmu, dan menyanyangimu dengan tulus. Ia benar menunjukkannya, rasa sayangnya padamu tidak pudar meski sering kali kalian terpisah jarak dan sesekali berselisih paham.

Tentu, pertikaian kecil memang lumrah dalam setiap hubungan. Yang membedakan hanya bagaimana cara menyikapi dan menyelesaikannya.

Megumi tau betul bagaimana sifatmu ketika kalian sedang bertikai. Kamu yang biasa cerewet, mendadak akan diam seribu bahasa, bahkan mampu mengabaikan pesan maupun panggilan darinya. Tapi, kamu akan memandangi laman media sosialnya hingga tanpa sadar jarimu menyentuh fitur “Like”, yang tentu saja notifikasinya akan Megumi terima.

Sedangkan bagi Megumi, komunikasi adalah kunci dari permasalahan yang ada. Sehingga ia akan mendatangi rumahmu hanya untuk berbicara empat mata, hingga keheningan yang memuakkan berubah menjadi pelukan hangat yang mendebarkan bagi kalian berdua.


—FIN


Several hours a day, I’m looking at your Instagram, press like 'you'. I know how you look like but I don’t know how you feel. So let’s meet next time —Like Me