Let's Not Fall in Love


Naoya Zenin x reader



Minggu pagi merupakan salah satu hari yang sangat kamu nantikan setiap harinya. Pasalnya itu adalah hari dimana kamu dapat menikmati waktumu dengan bersantai karena libur.

Kamu dapat bangun terlambat tanpa merasa bersalah, bebas menonton tayangan yang kamu sukai, bebas melakukan apapun, bahkan jika kamu merasa sangat malas, kamu hanya akan berbaring di atas ranjangmu yang nyaman atau di sofa yang empuk. Sungguh menyenangkan bukan?

Namun tidak untuk hari ini.

TOKK TOKK TOKKK TOKKK

“LU TUH CEWE APA KEBO SIH? UDAH SIANG WOI! BANGUN!” teriak seorang lelaki dari balik pintu kamarmu.

Mari kita ucapkan selamat tinggal untuk rundown yang sudah kamu siapkan untuk bermalas-malasan pada hari liburmu ini.

“Koala!” Sahutmu asal dan kembali mencari posisi yang nyaman untuk tidur.

“PILIH KELUAR SEKARANG APA GUA GUYUR?” ancamnya.

Persetan dengan itu, toh pintu kamarmu sudah kamu kunci dari dalam.

Celotehan lelaki tadi sudah tidak terdengar, mungkin ia menyerah untuk membangunkanmu. Kamu pun mulai memejamkan mata karena rasa kantuk yang sudah tidak dapat kamu bendung.

Saat kamu mulai memasuki dunia mimpi, tiba-tiba..

BRAAKKKKK

Naoya berhasil mendobrak pintu kamarmu.

Kamu tersentak kaget hingga terbangun dari mimpi yang baru saja akan kamu jelajahi.

“NAOYA BRENGSEK!! GUE KAGETTT!”

“Siapa suruh ga bangun-bangun dari tadi?” jawabnya tanpa rasa bersalah.

Kamu masih berusaha mengatur napas dan detak jantungmu yang rasanya seperti akan melompat keluar karena terkejut.

“HEH? LU GAPAPA KAN?” tanyanya.

“ORANG GILA! KALO GUE MATI MENDADAK GIMANA?”

“Untungnya engga kan?”

Kamu yang hilang kesabaran mulai memukuli Naoya menggunakan guling dengan membabi buta.

“Bodo amat anjir! Gue sebel banget sama lu!”

Naoya hanya tertawa sembari melindungi kepalanya dengan kedua tangannya.

“Ini ada apa sih? Pagi-pagi ribut banget??” tanya ibumu yang tiba-tiba muncul.

“INI, MAAAA! NAOYA NGERUSAKIN PINTU LAGI” adumu.

Sedangkan Naoya hanya tertawa, tidak berusaha membela diri.

Ibumu tidak terlalu kaget, karena ini bukan kali pertama ia mendobrak pintu kamarmu hanya untuk membangunkanmu.

“Nanti Naoya bakal tanggung jawab, maa” ujar Naoya.

Kamu berteman sangat akrab dengannya beberapa waktu belakangan ini, sehingga ia tidak merasa sungkan lagi untuk memanggil ibumu dengan sebutan “Mama”.


“Orang mah mandi dulu, baru makan. Cewe jorokkk!” ujarnya.

“Yeee, berisik! Pulang aja lu sono!” usirmu yang mulai sebal.

“Kalian makan di teras aja sana. Pusing mama liat kalian berantem mulu!” sahut ibumu yang sudah jengah melihat kalian bertengkar tidak ada hentinya.

“Elu sih, bacot” bisikmu sembari menendang kaki Naoya yang berada di bawah meja makan.

“Maa, kaki Naoya ditendang (y/n)” adunya pada ibumu, dan berakting seolah kamu telah menendangnya dengan keras.

“Cih, tukang ngadu!” batinmu.


Saat ini kamu tengah duduk di salah satu bangku bioskop, tepatnya di barisan paling belakang.

Terima kasih kepada Naoya yang telah menyeretmu ke sini, menyaksikan film bergenre thriller yang dibumbui adegan menyedihkan yang membuat air matamu jatuh tanpa sadar.

Naoya yang berada di sebelah kirimu mulai mengusikmu dengan menendang kakimu pelan, berusaha untuk menarik atensimu padanya.

Kamu pun menoleh dan mendapatinya tengah duduk bersandar dengan tangan kiri yang menopang kepalanya. Cahaya dari layar bioskop membuatnya terlihat begitu menawan dengan senyum tipis yang menghiasi wajah tampannya.

“Brengsek ni orang, gantengnya ga tau tempat!” batinmu yang sempat terpesona melihatnya.

“Nangis?” tanyanya sembari terkekeh.

“Kaga lah!” jawabmu cepat dan langsung membuang muka.

“Terus itu apaan yang di mata lu? Cola?” tanyanya lagi.

“Nangis mah nangis aja hahaha” sambungnya sembari mengacak rambutmu.

Tubuhmu membatu. Pipimu memanas dan perutmu terasa geli, seolah ada kupu-kupu yang beterbangan di dalamnya.

“Ga boleh baper! Ga boleh baper!” batinmu berusaha menguatkan diri.

“Apaan si?! Jadi berantakan nih rambut gue!” ujarmu sembari menepis tangannya.

Sejujurnya, kamu lebih takut pertahanan hatimu yang berantakan karena ulahnya.

Pasalnya kamu memang memendam rasa kepadanya, dan kamu baru menyadarinya beberapa bulan lalu. Kamu terus bepikir, mungkin tetap dekat dengannya sebagai teman seperti saat ini adalah pilihan terbaik. Sehingga kamu selalu menyembunyikan perasaanmu, demi menjaga pertemanan kalian.

“Yaelah, rambut doang!” balasnya.


Kamu kembali fokus menonton film, melupakan keusilan Naoya yang beberapa kali membuat jantungmu berdebar tidak beraturan.

Lagi-lagi tangan usil Naoya mendarat di pucuk kepalamu.

“Cupcupcup. Jangan nangis” ujarnya.

Kamu pun menoleh dan dikejutkan dengan wajah Naoya yang hanya bejarak satu jengkal darimu. Kamu segera memalingkan wajahmu dan menunduk, berusaha keras agar Naoya tidak menyadari bahwa wajahmu saat ini sudah semerah tomat.

Melihat tingkahmu ia malah tertawa.

“Lu ngapain sih?” tanyanya.

“Muka lu ngagetin anjirrrr!”

“Kaget karna gua ganteng?”

“Idihh, kepedean lu”

Kamu berusaha mengabaikannya dengan kembali fokus menikmati jalan cerita pada film yang tengah kalian tonton. Sayangnya, kamu tidak bisa fokus sama sekali. Yang ada di kepalamu hanya Naoya dan segala tingkah usilnya.

Sedangkan Naoya yang berada di sebelahmu hanya memandangmu dan sesekali tersenyum.

“Gua suka sama lu” ujarnya.

“Hah?” Kamu tidak percaya dengan apa yang baru saja kamu dengar.

“Lu asik diajak hangout” balasnya.

“Oh.. gue kira..” batinmu.

Kamu tersenyum dengan senang mendengarnya.

“Jelas lahh!! Kapan-kapan kita nonton lagi di sini!“  ujarmu dengan semangat.

Naoya hanya mengangguk, menyetujui ucapanmu.

—FIN—


“Let's not fall in love, we don't know each other very well yet. Actually, I'm a little scared. I'm sorry.. Let’s not make promises, you never know when tomorrow comes. But I really mean it when I say I like you” —Naoya