Kebetulan
“Abis bang Geto siapa?” tanya Mai.
“Gue” jawabmu.
“Jalan, lama amat mikirnya” titah Momo.
“Sabar. Gue lagi memikirkan strategi”
“Kartu lu jelek semua, pasrah aja hahahahaha” ujar Geto yang duduk di sebelahmu.
“SOTAU! KARTU GUE MAH WANGI SEMUA” elakmu.
“Orang tadi keliatan kok, kartu lu apaan aja” balasnya diiringi kekehan khas miliknya.
“PARAH! NGINTIP-NGINTIP!” ujarmu yang sukses mendapat tatapan ingin tahu dari pengunjung cafe lainnya.
“Kalo ga ada, ambil kartu sono.” Titah Todo.
Sebenarnya kamu memiliki kartu hitam yang dapat membantumu melewati putaran ini, tapi kamu memilih menyimpannya untuk kamu gunakan di saat-saat kepepet.
“UNO!” seru Mai dengan semangat.
“Kartu gua busuk semua, njir. Ini siapa sih yang tadi ngocok kartunya?” celetuk seorang pria bersurai abu kebiruan.
“Lah? Kan kak Hito sendiri yang ngocok kartunya?” balasmu.
“Berarti tangan lu bau azab, To” ujar Geto, sukses membuatnya mendapat tatapan tajam dari Mahito.
“Makanya, bang. Cuci tangan dulu, nanti menang dah, kaya gua” Mai mulai menyombongkan diri, meskipun masih ada satu kartu di tangannya.
“Sombong bener, kartu lu aja masih ada noh” kritik Momo.
“Selow, abis ini juga pergi nih kartu” balas Mai dengan enteng.
“MAMPUS! LU DI-SKIP LAGI!” Seru Mahito dengan heboh.
“ANJIR SI TODO!” Mai mendelik tajam ke arah Todo, sedangkan Todo hanya tertawa dan melanjutkan permainan.
“Terima nasib aja” ujarnya.
“Coba VC Miwaa” ujar Momo
“Udah tidur palingan” jawab Mai.
“Bused, baru juga jam sepuluh” celetuk Mahito sembari mengecek arloji yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.
“Marcom lu kenapa ga diajak kesini juga?” tanya Geto tiba-tiba.
“Males ah, kurang deket. Palingan dia juga gamau diajak kesini” jawab Mai, yang mendapat anggukan dari Momo.
“Kak, ini diapain? AAAAA itu musuhnya ngedeket!” sedangkan kamu malah heboh memainkan game di ponsel milik Geto.
“Ni orang alay bener main gituan doang” ujar Todo.
“Emang ngapa si? Namanya juga baru maen” bela Mai yang membuat Todo langsung bungkam.
“Todo kalo sama Mai kayanya ngalah mulu ya? Giliran sama gue aja ngajak kelahi” celotehmu.
“Waduh, masa ga paham sih?” ledek Momo sembari tertawa.
“Paham apa?” sahut seseorang yang entah kapan ia menghampiri meja kalian.
“Lah? Kak Naoya? Lu kesini juga, kak?” tanyamu.
“Mampir aja, sekalian lewat” jawabnya.
“Sekalian lewat? Emang abis dari mana?” tanya Mahito bagai wartawan.
“Abis mampir rumah temen di deket sini, jadi kesini dulu beli kopi. Biar ga ngantuk di jalan”
“Mau langsung pulang? Kalo belom, join sama kita dulu aja di sini” tawar Geto yang mendapat anggukan dari yang lainnya.
Ia pun segera duduk di kursi kosong tepat di sebelah Mahito yang bersebrangan denganmu.
Ketika kamu dan yang lainnya tengah asyik mengobrol, tiba-tiba seorang pelayan menghampiri meja kalian dengan membawa sebuah nampan yang penuh makanan.
“Salah meja kali, mas? Kita ga mesen ini” ujarmu.
“Engga kok, bener di meja ini.”
“Tapi kita ga mesen” kali ini Mai mulai bersuara.
“Naoya? Lu mesen?” Bisik Mahito.
“Kaga” jawabnya
“Ini free buat kalian. Sebentar lagi mau tutup juga, jadi makanannya buat kalian cemilin aja hehehe” ujar pelayan itu.
“Serius nih?” tanya Momo, memastikan.
Sedangkan yang ditanya hanya mengangguk.
“Makasih ya, mas” ucapmu yang diikuti temanmu yang lain sebelum pelayan itu pergi.
“Baik banget, kita dikasih cemilan gratis” ujar Mai sembari mencocolkan kentang gorengnya ke dalam saus cabai.
“Menu disini enak ga?” tanya Naoya tiba-tiba.
“Enak! Terjangkau juga harganya” jawabmu.
“Yoi! Jadi ga bikin kantong jebol” sambung Mai.
“Gua kasih 4,9 bintang dari 5!” Sahut Momo.
“Tanggung amat” cibir Mahito.
“Karna kesempurnaan hanya milik Tuhan Yang Maha Esa” jawab Momo dengan tegas.
“Bang Hito langsung diem dah hahahaha” ujar Todo.
“Lu mau mesen makan?” tanya Geto.
“Iya, kapan-kapan” jawab Naoya, singkat.
12.02
“Gilaa, udah jam segini aja” celetuk Mahito yang tengah mengecek ponselnya.
“Balik yuk” ajak Momo.
“Gua bareng, Mo” ujar Mai.
“Sama Todo aja, kan lu berdua searah juga” saran Geto.
“Nahh, bener tuh! Capek gua bolak-balik” Sahut Momo, menyetujui saran Geto.
“Gue balik sama siapa?” tanyamu.
“Gua anter” jawab Geto tanpa ragu.
“Kalo nganter, lu jadi bolak-balik dong, kak? Kita kan ga searah”
“Gua aja yang nganterin dia pulang, rumah gua searah” sahut Naoya yang sedari tadi diam.
“Iya kah? Gua baru tau” celetuk Mai.
“Oke, karna gua searah sama Momo, jadi gua nemenin dia. Mai sama Todo, dan lu sama Naoya. Udah malem soalnya, bahaya kalo cewe naik motor sendirian” ujar Geto yang disepakati oleh semuanya.
“Berarti gua langsung pulang aja ya. Duluan.” Pamit Mahito yang telah mengenakan jaket hitam miliknya.
“Lah? Udah balik aja, bareng lah kedepannya” protes Mai.
“Rumah gua paling jauh anjir. Dah yaa, duluann”
“Tiati, bang. Kalo ada begal, lu copet duluan aja” ujar Momo.
“Orgil” balas Mahito.
“Udah naik belom?” tanya Naoya.
“Beloman. Motor lu tinggi banget, kak”
“Iya lah, gua kan tinggi”
“Nyesel gue ngomong gitu” balasmu sembari menaiki motornya.
“Udah belom?” tanyanya lagi.
“Udah”
“Yaudah, turun” ujarnya, membuatmu ingin memukul kepalanya yang tertutup helm itu.
“Anjrit‐”
“Hahahaha”
Sepanjang perjalanan ia terus saja membuatmu emosi. Mulai dari ia yang melajukan motornya dengan kecepatan tinggi, hingga berbelok tajam layaknya pembalap MotoGP yang kamu lihat di televisi.
Nyawamu seolah tertinggal di jalanan malam yang sepi itu setelah berboncengan dengannya.
“Kayanya nyawa gue berkurang 5 tahun nih gara-gara boncengan sama dia” batinmu.
“No Silhouette”