Insomnia
Naoya menghisap lintingan tembakau yang ada di tangannya. Sorot mata yang biasa terlihat tajam kini berubah kosong, seolah tidak ada kehidupan didalamnya.
”Kalo waktu itu gua langsung jelasin semuanya, mungkin gak bakal begini” sesalnya dalam hati.
Kepulan asap yang ia hembuskan mulai menghilang bercampur dengan udara malam.
Seandainya beban dan masalah yang ia hadapi dapat menghilang bersamaan dengan asap yang ia hembuskan, itu akan sangat melegakan.
“Gimana biar lu bisa percaya sama gua lagi?”
“Tinggal satu langkah lagi. Setelah itu gua bisa ngejelasin semuanya ke lu”
“Sedikit lagi, gua bisa bebas... bebas nemuin lu, meluk lu. Gua bisa ngelindungin lu”
Naoya terus saja berbicara meski disana hanya ada hembusan angin malam yang menerpa tubuhnya.
Ia berdiri di balkon apartemennya, memandang langit malam berhiaskan bintang-bintang yang nampak indah. Membuatnya tersenyum kecut, merasa seolah langit mengejeknya dan tidak bersimpati pada kesedihannya.
Ia memandangi ponselnya, menunggu adanya pesan balasan atau panggilan masuk darimu.
Ia terus saja menunggu, meski ia tahu bahwa kamu tidak akan menghubungimu.
Naoya cukup tahu, kamu tidak senaif dulu. Gadis kecil yang mudahnya percaya dengan orang yang baru saja ia kenal, gadis kecil yang mudahnya meneteskan air mata karena melihat orang yang sama sekali tidak ia kenal terluka.
Benar, kamu adalah gadis kecil yang Naoya temui kala ia masih duduk di bangku SMP.
(Flashback)
Hujan deras turun dengan tiba-tiba, angin kencang pun turut menemaninya dan sukses membuat siapapun yang berada dibawahnya basah kuyup. Tidak terkecuali Naoya.
Saat itu Naoya tengah berjalan menyusuri jalanan beraspal, tidak ada tempat yang dapat ia gunakan untuk berteduh.
“Sial” celetuknya kala itu.
Tubuhnya yang kurus sedikit terhuyung karena luka pada kaki dan beberapa bagian tubuhnya yang lain, ditambah dengan angin kencang yang saat itu datang menyertai derasnya air hujan.
Cidera yang dialaminya itu akibat dari pertarungan satu lawan satu dengan seorang teman satu sekolahnya, lebih tepatnya rival dalam eskul bela diri yang tidak terima akan kekalahannya dengan Naoya dalam pertandingan beberapa bulan lalu.
Tentu saja, kali ini Naoya kembali menang meski banyak luka pada tubuhnya.
Tidak jauh dari tempatnya berdiri, ia melihat gadis kecil yang menerjang hujan dengan payung navy miliknya.
“Percuma make payung” batinnya. Ia tidak bisa menyembunyikan tawanya ketika ia dapat melihat dengan jelas raut wajah gadis itu.
Gadis itu memejamkan matanya kuat-kuat, takut air hujan akan menusuk matanya.
Tangan kurusnya memegang gagang payungnya dengan gemetar, sedangkan payungnya sudah terbalik keatas akibat terjangan angin yang cukup kuat.
Membuatnya terlihat seolah tengah menampung air hujan dengan payungnya.
Ketika gadis itu mulai melintas di depannya, payung yang ia pegang nyaris terbawa angin, Naoya dengan refleks membantu menahan payung gadis yang sama basahnya dengan dia.
Naoya yang saat itu akan menuju rumah pamannya, berbalik arah untuk menemani gadis itu pulang.
Alasannya sederhana, ia tidak ingin gadis itu mengalami hal buruk karena tidak mampu menahan payungnya dari terjangan angin.
“Gua anter” ucap Naoya yang terdengar sayup-sayup.
Gadis yang tubuhnya sudah gemetar itu tidak menjawab, namun ia juga tidak menolak ketika Naoya turut memegangi gagang payungnya.
Setelah berjalan hampir 30 menit, mereka tiba di rumah gadis itu yang sudah ditunggui oleh kedua orang tuanya di teras rumah.
“Kamu tuh kalo hujan, jangan nekat. Jadi basah kuyup gini kan? Sampe ngerepotin kakaknya” ujar ibu dari gadis itu.
“Engga ngerepotin kok, tante” balas Naoya.
Sesaat setelah ia bicara, kepalanya terasa pening dan hidungnya terasa pengar.
Gadis kecil yang berdiri di hadapannya terbelalak dan menangis dengan keras, seolah melihat sesuatu yang mengerikan.
“Kakaknya berdarah!” seru gadis itu di sela tangisnya.
Naoya yang merasa ada sesuatu yang mengalir dari hidungnya, menyekanya dengan tangan.
Tampaknya yang membuat gadis itu menangis ketakutan adalah darah yang keluar dari rongga hidungnya itu.
”Hahaha anak cengeng” batin Naoya, sesaat sebelum ia hilang kesadaran.
(Flashback end)
Malam semakin larut, keheningan semakin kentara, membuat Naoya kembali merasakan kesepian dan kegundahan dalam hatinya.
Ia memejamkan matanya, meski ia tidak akan bisa tertidur malam ini.
”Anak SMP yang bonyok dan mimisan itu... gua. Ibu lu inget, tapi kayanya lu engga” batinnya.
Naoya menghembuskan napasnya dengan kasar, berusaha melonggarkan dadanya yang terasa sesak.
Ia mulai berpikir, entah berapa kali ia sudah membuatmu menangis. Bahkan sejak kamu kecil pun ia sudah membuatmu menangis karena terkejut melihatnya mimisan.
Sebenarnya, saat kamu kecil itu... kamu berpikir Naoya akan meninggal ketika melihatnya mimisan.
Yahh.. itu akibat kamu menonton sinetron yang pemeran utamanya meninggal setelah didiagnosa mengidap penyakit parah hingga sering mengeluarkan darah dari hidung maupun mulutnya ketika batuk.
”No Silhouette”